Kamis, 05 Mei 2011

Tujuh Strategi Revitalisasi Gerakan Pramuka

Ada dua hal yang perlu dipikirkan dalam merevitalisasi gerakan kepramukaan. Pertama, membangun gerakan kepramukaan yang independen dan bebas dari intervensi politik, sehingga didukung oleh pondasi yang kuat dari segi pendanaan. Kedua, cara untuk menyampaikan metode kurikulum yang baru untuk Pramuka. Cara penyampaian ini penting, supaya dalam pelaksanaannya, Pramuka tidak lagi terkesan hanya sebatas prosedural saja.




Begitulah gagasan yang disampaikan oleh Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Somantri dalam acara Seminar Sehari Mendorong Gerakan Kepanduan Melalui Percepatan Revitalisasi Gerakan Pramuka yang diselenggarakan oleh Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Paska Sarjana UI yang bekerjasama dengan Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di kampus UI, Salemba, Jakarta baru-baru ini.



Menurut Ketua Panitia Seminar Bambang Setiawan, organisasi Pramuka saat ini kurang diminati oleh kaum muda. Bukan rahasia lagi, tak banyak siswa-siswi memilih Pramuka sebagai ekstrakurikuler-nya. Bagi mereka, Pramuka adalah organisasi jadul atau kuno. Kalau pun siswa-siswi ini memakai seragam Pramuka, itu lebih kepada kewajiban dari pihak sekolah.

Pendapat Bambang diamini oleh anggota DPR RI Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP. Menurut anggota Komisi X dari Fraksi Partai Golkar ini, Pramuka tidak mengikuti zaman. “Seharusnya Pramuka mengikuti perkembangan zaman, misalnya dengan memanfaatkan IT dan teknologi lain dalam melakukan aktivitasnya,” ungkap Hetifah yang sempat mengikuti Pramuka sampai ke bangku SMP ini.

Tak hanya mereka yang duduk di SMP maupun SMA yang tidak berminat lagi ikut dalam kepramukaan. Kondisi memprihatinkan pun dialami di kampus. Pramuka sama sekali tidak menarik minat mahasiswa-mahasiswi. Padahal jika diseriuskan, lewat Pramuka, mereka bisa membuka jaringan ke segala lapisan, termasuk jaringan kelas dunia. Terbukti, belum lama ini Kemenpora sempat

memberangkatkan 18 Pramuka ke ajang Boy Scouts of America National Jamboree atau Jambore Internasional di Amerika Serikat yang diadakan di Fort AP, Hill Carolina Country Virginia. Tak cuma ke negara Paman Sam, Pramuka Indonesia juga melancong ke Korea Selatan untuk mengikuti 27th APR Scout Jamboree 3rd International Patrol Jamboree yang berlokasi di Suncheon, Jeola, Korea Selatan. Mereka dibiayai penuh oleh pemerintah.



Sejak tahun ini Kemenpora telah memberikan dukungan dan support untuk pengembangan Pramuka Indonesia. Kali ini, keberangkatan 18 peserta Pramuka dalam ajang Jambore di Amerika Serikat dan Korea Selatan tersebut. Tetapi tantangan yang berat saat ini adalah bagaimana membat Gugus Depan yang jumlahnya mencapai 275 ribu agar tetap berada di garis depan pembentukan generasi depan.

“Perbaikan Pramuka ke depan tidak sekedar memperbaiki sarana dan prasarana bagi Pramuka, akan tetapi yang paling penting adalah melakukan upaya revitalisasi Pramuka, yaitu bagaimana Gudep mempunyai aktivitas, modul-modul, membuat Pramuka menjadi diminati anak muda. Bagaimana melibatkan orang tua dalam pramuka termasuk anak-anak muda berbasis komunitas untuk aktif di dalam Pramuka,” jelas Menpora.

Menurut Hetifah, pengiriman rombongan ke ajang Jambore di Amerika Serikat dan Korea Selatan tentu sangat membanggakan. “Namun hal tersebut tidaklah cukup jika Pramuka ingin diminati oleh anak-anak muda sekarang. Sekali lagi, Pramuka harus tetap bisa mengikuti zaman agar tidak dianggap organisasi jadul,” kritik Hetifah.

Oleh karena itu, lanjut Hetifah, instruksi Presiden RI untuk mervitalisasi Gerakan Pramuka yang dicanangkan pada 16 Agustus 2006 sebenarnya sungguh tepat. Pemerintah harus memiliki komitmen untuk menjalankan hal ini agar Pramuka yang dijadikan wadah untuk pendidikan karakter bangsa bisa terwujud.


Menurut Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng, revitalisasi didasari akan pentingnya Gerakan Pramuka sebagai wadah pendidikan non formal untuk menghasilkan kader bangsa yang tangguh dan handal di masa depan.



Begitu serius pemerintah merevitalisasi Gerakan Pramuka. Ini terbukti, ada 4 Kementrian dan 2 lembaga setingkat Kementrian turut merumuskan strategi revitalisasi. Mereka adalah Menpora, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, Menteri Agama (Menag) Surya Dharma Ali, Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang diwakili oleh Wakil Menteri (Wamen) Pendidikan Nasional (Diknas) Fasli Jalal, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang diwakili oleh Wamen Perencana Pembangunan Nasional (PPN) Lukita Tuwo, dan Kepala Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusobroto.

Menurut Andi Malaranggeng, ada 7 (tujuh) strategi revitalisasi Gerakan Pramuka. Pertama, memperkuat peran gugus depan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pembina maupun pelatih, serta bantuan peralatan di setiap Gugus Depan Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).



Kedua, meningkatkan bentu, wahana, dan media kegiatan Kepramukaan yang menarik, penyediaan modul-modul kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak muda masa kini. Ketiga, rebranding Pramuka dengan meningkatkan peran komunikasi publik melalui berbagai media, yakni dengan menampilkan wajah yang lebih muda dan segar, maupun tampilan seragam Pramuka yang lebih menarik.

Keempat, melibatkan orangtua murid, komunitas, masyarakat luas, tokoh-tokoh masyarakat dalam kegiatan Pramuka, terutama di Gugus Depan maupun di setiap jenjang kwartir. Kelima, memperkuat organisasi gerakan Pramuka mulai dari Kwarnas, Kwarda, sampai Kwaran (Kwartir Ranting).

Keenam, menata dan mengoptimalkan penggunaan aset, fasilitas, sarana, dan prasarana yang dimiliki oleh Gerakan Pramuka. Ketujuh, meningkatkan koordinasi dan sinergi, lintas pemangku kepentingan di pusat maupun di daerah.

“Target revitalisasi adalah membuat Pramuka menjadi lebih berkualitas, sehingga menarik minat dan menjadi pilihan utama kaum muda,” ujar Andi.

Jika saja pemerintah serta pemangku kepentingan punya komitmen bersama, target revitalisasi sebagaimana dikatakan Andi tersebut bukan mimpi, tetapi bisa menjadi kenyataan. Sebab, dibutuhkan keseriusan sebelum Pramuka benar-benar ditinggalkan oleh generasi muda.

Sudah sejak lama Pramuka mengalami pasang surut. Tahun 2000 ini barangkali menjadi titik nadir dari kemerosotan organisasi yang didirikan pada 14 Agustus setengah abad yang lalu ini. Di era 1990-an hingga 2006, organisasi ini memiliki jumlah anggota sedikit, mulai dari tingkat SD maupun Perguruan Tinggi. Hal tersebut terbukti dari jumlah anggota yang mendaftar di ekstrakurikuler Pramuka. Padahal Gerakan Pramuka terbukti dan diakui merupakan wahana pembinaan mental dan pribadi bagi anak muda.



Seperti diketahui, Pramuka memiliki butir-butir yang bermakna ketentuan moral yang selalu dibacakan dan diikuti setiap anggota. Tak peduli apakah ia Pembina, Penengak, Penggalang Terap, Penggalang Rakit, Penggalang Ramu, atau Siaga, butir-butir yang tak lain Trisatya dan Dasa Dharma selalu mereka ucapkan.




Trisatya merupakan tiga butir janji moral yang berbunyi: “Demi kehormatanku, aku berjanji akan bersungguh-sungguh: 1. Menjalankan kewajibanku kepada Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mengamalkan Pancasila; 2. Menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat; 3. Menepati Dasa Dharma”.

Sedangkan janji Dasa Dharma berisi: 1. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Cinta Alam dan kasih sayang sesama manusia; 3. Patriot yang sopan dan ksatria; 4. Patuh dan suka bermusyawarah; 5. Rela menolong dan tabah; 6. Rajin, terampil, dan gembira; 7. Hemat, cermat, dan bersahaja; 8. Disiplin, berani, dan setia; 9. Bertanggungjawab dan dapat dipercaya; 10. Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar